BanyuwangiNews.com - Sejarah mencatat bahwa Banyuwangi menjadi tuan rumah kejuaraan balap sepeda bertaraf internasional yang pertama kali digelar pada tahun 2012. Kejuaraan tersebut diberi nama International Tour de Banyuwangi Ijen, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tour de Ijen.
Pada masa itu, ajang ini terdengar cukup asing di telinga masyarakat, bahkan dianggap sebagai sesuatu yang tak lazim. Banyak yang meragukan karena Banyuwangi dianggap tidak memiliki sirkuit balap, hanya jalanan biasa yang sebagian besar dalam kondisi rusak.
Namun, berkat kegigihan Pemerintah Daerah Banyuwangi, ajang balap internasional ini berhasil digelar untuk pertama kalinya. Arena balap memanfaatkan jalanan kota hingga pelosok desa di Bumi Blambangan.
Kondisi ini justru menarik perhatian. Dengan mengandalkan kekompakan dan kolaborasi berbagai pihak, Tour de Ijen berhasil mencuri perhatian dan hati masyarakat.
Keindahan alam Banyuwangi menjadi nilai tambah yang memikat para peserta dan penonton. Salah satu tantangan paling ikonik adalah tanjakan menuju Gunung Kawah Ijen yang menyuguhkan pemandangan spektakuler.
Pemandangan alam yang memesona membuat ajang ini tak hanya menjadi kompetisi balap sepeda, tetapi juga wahana promosi wisata yang mengusung konsep sport tourism.
1. ITdBI 2012
Balapan perdana dimulai pada 7 Desember 2012 dengan menempuh 3 etape sejauh 382,1 kilometer. Etape pertama mengeksplorasi wilayah pedesaan, etape kedua menantang pendakian ke Ijen, dan etape terakhir menyusuri kawasan kota.
Dalam edisi perdana ini, pembalap asal Hong Kong China, Ki Ho Choi, berhasil menjadi juara umum individu dan berhak mengenakan yellow jersey. Posisi kedua diraih oleh Oscar Pujol Munoz dari klub Polygon Sweet Nice, sedangkan peringkat ketiga ditempati oleh Timo Scholz dari tim CCN Cycling Team Brunei Darussalam.
2. ITdBI 2013
Pelaksanaan ITdBI 2013 menunjukkan peningkatan signifikan. Jalanan yang dilalui sudah jauh lebih baik, seiring dengan antusiasme warga yang menyambut kembali gelaran ini.
Rute diperpanjang menjadi 606,5 kilometer. Jumlah tim peserta juga meningkat dari 23 tim pada tahun sebelumnya menjadi 25 tim, dengan 20 di antaranya berasal dari luar negeri.
Setelah melalui empat etape, Mirsamad Poorseyedi Golakhour dari Tim Tabriz Petrochemical Team Iran keluar sebagai juara umum. John Kronborg Ebsen dari Danish District Team dan Rahim Emami dari tim RTS Santic menempati posisi kedua dan ketiga.
3. ITdBI 2014
Memasuki tahun ketiga, ITdBI telah resmi masuk dalam kalender Federasi Balap Sepeda Dunia (UCI). Balapan menempuh jarak 622,9 kilometer dengan 4 etape yang menantang.
Persaingan kian ketat, dengan para pembalap mencoba meraih catatan waktu terbaik untuk meningkatkan peringkat mereka di ajang balap dunia lainnya.
Peter Pouly, pembalap asal Prancis dari tim Singha Infinite Cycling Thailand, berhasil menjadi juara. Diikuti oleh dua pembalap Iran dari Pishgaman Team, Yazd Iran: Hossein Askari dan Amir Zargari di posisi kedua dan ketiga.
4. ITdBI 2015
Peter Pouly kembali menunjukkan dominasinya dengan meraih gelar juara untuk kedua kalinya secara beruntun.
Pembalap dari tim Singha Infinite Cycling Team, Thailand ini unggul atas Benjamin Prades dari Matrix Powertag Japan yang berada di posisi kedua, dan Daniel Whitehouse dari Team UKYO di peringkat ketiga.
5. ITdBI 2016 dan Tragedi
Peter Pouly kembali tampil mengesankan dan menyelesaikan balapan dengan waktu terbaik. Namun, kemenangannya dibatalkan akibat pelanggaran terhadap regulasi UCI, dan ia didiskualifikasi.
Gelar juara akhirnya diberikan kepada Jai Crawford dari Kinan Cycling Team, Jepang. Tragedi ini menjadi penutup karier Peter Pouly di ajang ITdBI, karena ia memutuskan pensiun setelahnya.
6. ITdBI 2017
Balapan tahun 2017 menempuh jarak yang lebih pendek, yakni 533 kilometer dalam 4 etape. Meski demikian, kualitas dan gengsi ajang tetap terjaga.
Davide Rebellin, pembalap Italia berusia 46 tahun dari tim Kuwait-Cartucho.es, sukses menjadi juara. Ia mengungguli Amir Kolahdouzhagh dari Pishgaman Cycling Team di posisi kedua, serta Victor Nino Corredor dari Team Sapura di peringkat ketiga.
7. ITdBI 2018
Benjamin Dyball dari St. George Continental Cycling Team keluar sebagai juara umum individu. Ia tampil tercepat di etape terakhir sejauh 127,2 kilometer.
Posisi kedua ditempati oleh Jesse Ewart dari Sapura Team, Jepang, dan Thomas Lebas dari Kinan Team menempati posisi ketiga. Total jarak tempuh tahun ini adalah 599 kilometer, dengan etape terakhir finis di Paltuding, Kawah Ijen.
8. ITdBI 2019 sebelum pandemi
ITdBI 2019 menjadi edisi terakhir sebelum pandemi COVID-19 melanda dunia dan membuat ajang ini vakum selama empat tahun.
Meski hanya menempuh 520,6 kilometer dalam 4 etape, kompetisi berlangsung sengit hingga etape terakhir. Robbie Hucker dari Team UKYO (Australia) menjadi juara, diikuti oleh Michael Vink dari St. George Continental Cycling Team dan Jesse Ewart dari Team Sapura Cycling di posisi kedua dan ketiga. Keindahan Geopark Ijen kembali menjadi latar menawan sepanjang rute balapan.
9. Tour de Banyuwangi Ijen is Back 2024
Setelah vakum hampir lima tahun, Tour de Banyuwangi Ijen akhirnya kembali digelar pada 22-25 Juli 2024. Ajang yang masuk kalender resmi UCI ini menempuh jarak total 632 kilometer dalam 4 etape.
Pembalap asal Eritrea, Merhawi Kudus dari Trengganu Cycling Team, Malaysia, tampil memukau dan keluar sebagai juara umum. Ia juga merebut Ijen Sulfur Jersey (Yellow Jersey) sebagai pemimpin klasemen, dan Rebound Jersey (Polkadot Jersey) sebagai Raja Tanjakan.
Pada etape pamungkas yang dimulai dari Boom Marina hingga finis di Paltuding Gunung Ijen, Kudus tampil dominan.
Gelar Green Jersey (Best Sprinter) diraih oleh Laas Martin dari Fereiquick Panda Podium Mongolia Team, yang sebelumnya juga tampil di La Vuelta Ciclista a España 2021.
Sementara itu, Gandrung Jersey (Pembalap Indonesia Terbaik) diraih oleh Muh. Imam Arifin dari Tim Nusantara.
Tour de Banyuwangi Ijen 2024 bukan hanya menjadi ajang balap, tetapi juga kebangkitan semangat masyarakat Banyuwangi serta pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi pasca pandemi.