Banyuwangi – Di tengah riuh sorak dan dukungan dari tim-tim daerah lain di Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Balap Sepeda 2025 Banyuwangi, seorang pemuda terlihat sibuk menyiapkan sepedanya sendiri. Tak ada pelatih, tak ada mekanik, bahkan tak ada seorang pun official yang mendampingi. Ia adalah Muhamad Yahya Usman, satu-satunya atlet dari Provinsi Sulawesi Barat yang bertanding di ajang nasional itu.
Pemuda berusia 19 tahun itu duduk tenang di sudut area lomba, mengenakan jersey sederhana, merapikan helm, dan mengecek gir sepedanya sendiri. Ia datang jauh dari Polewali Mandar, bermodal semangat dan dukungan secukupnya dari Pengprov, untuk kembali menantang arena balap bergengsi tanah air.
"Katanya dana dari provinsi hanya cukup untuk satu orang atlet. Jadi saya berangkat sendiri," ujarnya pelan, tersenyum seolah sudah terbiasa menghadapi keadaan semacam ini.
Ini bukan kali pertama Yahya mengalami hal seperti ini. Di Kejurnas Batam sebelumnya, ia juga turun seorang diri, tanpa tim, tanpa official, namun berhasil menyabet dua perunggu dan satu perak di kelas men junior.
Kini, di Kejurnas Banyuwangi, ia kembali hadir kali ini tidak dengan tim, seperti saat pertama kali ikut pada tahun 2022. Ia menginap di Homestay Flamboyan Inn, sebuah penginapan sederhana di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah. Semua ia urus sendiri: logistik, jadwal tanding, hingga merawat kondisi fisik.
"Bertanding sendiri itu berat, bukan cuma di lintasan, tapi juga di luar arena. Tapi ini satu-satunya kesempatan untuk membawa nama Sulbar," tuturnya lirih.
Yahya adalah lulusan SMA Negeri 1 Polewali. Meski minim fasilitas latihan, ia tetap giat berlatih di kampung halamannya. Ketika atlet lain didampingi pelatih untuk mengatur strategi, ada tim teknis yang siap siaga di garis start dan finish, Yahya hanya punya dirinya sendiri.
Kisah Yahya bukan sekadar soal olahraga. Ini tentang keteguhan, tentang kesendirian yang tak melemahkan, tentang mimpi besar dari daerah yang kecil.
"Semoga ke depan ada perubahan. Bukan hanya untuk saya, tapi untuk adik-adik yang punya potensi. Supaya mereka tidak perlu bertarung sendiri," harapnya.
Di antara deru sepeda dan denting medali, kisah Muhamad Yahya Usman adalah pengingat: prestasi tak selalu lahir dari gemerlap fasilitas, tapi dari tekad yang tak pernah padam meski berjalan seorang diri.