Banyuwangi – Seorang warga Banyuwangi bernama Suhaela melaporkan dugaan tindak pidana jual beli rumah dan tanah warisan milik almarhum suaminya, Nurhariri, tanpa sepengetahuan dirinya sebagai istri sah dan ahli waris yang sah. Laporan tersebut telah diajukan secara resmi ke Polresta Banyuwangi.
Kepada media ini, Suhaela menyampaikan bahwa tanah dan rumah peninggalan suaminya yang terletak di Desa Karangbendo, Kecamatan Rogojampi, diduga telah diperjualbelikan oleh oknum tanpa persetujuan ahli waris. Penjualan itu disebut-sebut melibatkan oknum aparat desa yang merekayasa kwitansi jual beli secara ilegal.
“Saya tidak pernah diberitahu atau menandatangani kwitansi jual beli. Tiba-tiba saya dapat informasi ada kwitansi jual beli tanah yang ditandatangani kepala dusun. Ini rumah warisan suami saya, dan seharusnya menjadi hak saya dan anak saya,” ujar Suhaela, warga Dusun Sidomulyo, Desa Gitik, saat ditemui di kediamannya, Selasa (24/6/2025).
Suhaela, bersama anak kandungnya Durotul Maknuna, telah menyerahkan kuasa insidentil kepada saudara kandungnya, Adnan Kohar, untuk melaporkan kasus ini. Dalam berkas laporan yang telah diterima oleh Unit Reskrim Polresta Banyuwangi, terdapat sejumlah bukti, termasuk kwitansi jual beli yang disebut ilegal, fotokopi KTP penjual dan pembeli, akta nikah, akta kelahiran anak, dan dokumen tanah.
Suhaela menuturkan, nama penjual dalam transaksi tersebut adalah Abdul Rohman, warga Situbondo, sementara pembelinya bernama H. Qusyairi, warga Karangbendo. Proses jual beli ini juga melibatkan oknum Kepala Dusun bernama Sodikin yang bertindak sebagai saksi dan penandatangan kwitansi. Ironisnya, Kepala Desa Karangbendo, Budiharto, dan sekretaris desa disebut mengetahui hal ini sejak awal.
“Saya dan anak saya sedang mengurus peralihan hak atas tanah waris menjadi sertifikat melalui notaris. Tapi justru dipersulit oleh aparat desa karena katanya tanah sudah dijual. Padahal saya tidak pernah menjual, tidak pernah tandatangan, dan tidak diberitahu,” jelas Suhaela.
Ia juga menyebut adanya dugaan penyalahgunaan program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) oleh mafia tanah yang diduga memalsukan dokumen dan membuat akta jual beli tanpa kehadiran ahli waris yang sah.
“Modus yang dipakai adalah membuat surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) agar aparat desa bisa lepas tangan kalau suatu saat muncul masalah pidana. Ini sangat merugikan kami sebagai ahli waris sah,” katanya tegas.
Laporan kasus ini telah diproses melalui beberapa tahapan, termasuk gelar perkara di SPKT Polresta Banyuwangi pada Februari dan Maret 2025 lalu. Pihak kepolisian disebut telah memeriksa sejumlah dokumen dan memverifikasi keabsahan data yang dibawa Suhaela.
Diketahui, tanah dan rumah yang dipermasalahkan berada di atas Persil No. 75 D I, yang telah dikuasai oleh almarhum Nurhariri lebih dari 40 tahun dan tidak pernah disengketakan sebelumnya.
Suhaela berharap agar aparat penegak hukum dapat menindaklanjuti laporan ini dengan serius dan mengungkap semua pihak yang terlibat dalam dugaan penjualan ilegal tersebut.
“Saya hanya ingin keadilan. Ini rumah dan tanah yang diwariskan untuk saya dan anak saya. Kami hanya ingin hak kami dipulihkan,” pungkasnya.